Kenapa orang
menyukai senja. Mungkin mereka terlalu sibuk untuk menyapa fajar, sekalipun itu
senggang, sebagian dari orang-orang sibuk itu akan lebih memilih untuk terdiam,
menutup, dan bersembunyi. Atau pun kenapa sebagian lagi dari mereka menyukai matahari
terbenam. Karena disaat itu mereka akan berpikir tentang mereka, mereka tak
habis-habisnya memikirkan mereka, dan mereka akan selalu merenung sambil
tertawa menemui pikiran untuk apa mereka. kenapa harus pada saat matahari
terbenam. Kerena mereka terlalu takut dengan malam, mereka terlalu
mengkhawatirkan malam, dan mereka menjadi ambigu menghadapi malam. Gelap.
Bayangkan kehidupan tanpa cahaya, dan jangan bayangkan seorang ilmuwan yang
menemukan cahaya. Coba mereka bayangkan mereka adalah penemu cahaya, seseorang
anak kecil akan selalu bertanya untuk apa mereka repot-repot menemukan cahaya
itu. Orang dewasa selalu menjawab, bayangkan dunia tanpa cahaya, apakah kita
bisa tertidur lelap, apakah kita tidak mengkhawatirkan tidur yang terlelap,
apakah kita bisa berjalan kalau gelap membuat kita terlelap. penegak akan
menjadi sangat ambigu ketika mengkisahkan ini.
Pagi ini gue
menjadi sangat ambisius memikirkan pikiran tolol ini. Kenapa seorang penegak
dengan mudahnya mengaku kalau dirinya pintar. Sementara useful idiots lainnya
mengaminkan. Sementara penolakan diteriakan oleh orang-orang yang sebenarnya
menuju tahap pintar, tapi tetap terlihat tolol saat berteriak. Untuk apa anak
kecil bertanya hal-hal yang menurut orang dewasa tak berguna. Sekalipun itu tak
berguna, kenapa orang-orang yang mengaku pintar itu enggan menjawab dengan
alasan mereka terlalu sibuk menemui kepintarannya. Sekali lagi ini adalah
ketololan yang telah menjamur. Kalau begitu seorang sastrawan adalah orang yang
pintar, kalau begitu seorang dokter adalah orang yang pintar, atau mungkin
seorang seniman adalah orang yang pintar, bahkan menajubkan bila seorang paranormal
adalah orang yang pintar. kenapa orang yang berpura-pura pintar selalu
melakukan penolakan terhadap orang yang benar-benar pintar. Anak kecil bisa
menjawab sendiri dengan hal-hal yang baru ia mengerti. Anak kecil akan memilih
dirinya tertawa, mereka adalah bodoh tetapi menuju tahap pintar. Mereka selalu
melakukan penilaian terhadap ketololan orang dewasa yang menjelek-jelekan wajahnya
agar anak kecil terdiam dari tangisannya. Sama halnya dengan orang-orang yang
berpura-pura pintar mengenalkan dirinya
dengan teriakan. Dan berbicara dimana-mana bahwa dirinya pintar, dan para
useful idiots akan selalu mengamininya. Sekali lagi pemiikiran orang-orang yang
bertariak ini tidak jauh lebih pintar dari pemikiran anak kecil tadi.
Ini tahap frustasi
atas pemikiran tolol ini, ketololan yang menjadi kosetan pengganjal pintu.
Ingin rasanya gue singkirkan dan membiarkan pintu itu terbuka. Terbuka untuk
bebas, kebebasan yang nampaknya harus
dipikirkan lagi. Begini, sebuah kumpulan orang-orang yang mengaku pintar ini
berbicara, tertebak siapa yang semakin dekat dengan senja dan yang baru saja
sampai kepuncak hidupnya. Biasanya orang yang dekat dengan senja akan selalu
berbicara yang berdasarkan masalalu. Dengan ceritanya, semua kegagalan masa
kini selalu terobati oleh piagam keberhasilan masa lalu. Apakah ini membuat
menenangkan, atau hanya hiburan basi yang biasa dimakan dengan lempengan penghargaan
itu. Dan yang baru saja sampai dipuncak hidupnya, selalu melakukan penolakan.
Tapi terjadi sebuah ketololan yang menjamur sekali lagi. mengandaikan gue
berdiri di atas panggung kehormatan, lalu gue menjelaskan beberapa hal yang
menjadi sebuah pemikiran. Lalu diam, dan biarkan mereka berbicara. Gue
menjajikan kenaikan untuk yang aktif bertanya. Apa yang terjadi, masing-masing
dari mereka selalu berusaha bertanya. Pertanyaan pertama, berdasarkan pemikiran
yang berhubungan. Pertanyaan kedua, pemikiran yang baru saja ditanyakan
dirangkai dengan kata-kata yang berbeda. Pertanyaan ketiga, dan seterusnya akan
terdengar seperti segerombolan anak ayam yang berbicara pada induknya. Dengan
begini, saya tidak akan menjawab satu pun pertanyaan dan memilih untuk menutup
pemikiran ini. Ini yang disebut kebebasan berbicara, atau hanya berbicara dan
pulang membawa jutaan rupiah. Ini yang disebut kebebasan. Nampaknya harus di
pikirkan lagi oleh penyampai berita.
Sore ini, gue
telah banyak menonton berita. berita yang diulang-ulang. Sebegitu pentingkah
kebaikan seorang yang ternama diberitakan. Kalau begitu gue bandingkan jauh
lebih kebaikan orang sekampung gue, kenapa tidak pernah diberitakan. Atau
realita patut untuk diperbincangkan berulang-ulang agar para pecundang terdiam
dan mengharapkan mereka kembali menjadi penyampai pesan. Lalu bagaimana dengan
realita para pencundang yang tertawa ketika sedang duduk sebagai perwakilan
realita itu. Untuk apa di beritakan kalau kenyataan tidak pernah berada disisi
penyampai berita. Entah sampai kemana tulisan ini mengarah. Nampaknya tidak ada
salahnya menikmati matahari terbenam. Dengan begitu bayangan kita akan jauh
lebih panjang dari kita. Dan kita takkan bisa mengukur bayangan kita seorang
diri. Matahari terbenam adalah saatnya mengkoreksi diri sendiri atas apa yang
telah kita lakukan sehari ini. Mungkin itu yang membuatnya menenangkan. Dan itu
yang akan membawa kita menjadi optimis
pada malam. Semoga saja tak terdengar tulisan ini. Karena apa yang bisa
diharapkan dari pemikiran ini. Gue harus memperbaiki diri.