.---TERUS BERJALAN, BIARKAN CAHAYA TERTUTUP AWAN, MENUTUPI ANGAN, DITENGAH IMPIAN, DALAM KEYAKINAN, MUNGKIN TERWUJUDKAN, KETIKA MENYATAKAN TINDAKAN.---.

Kamis, 21 Maret 2013

My Love Movie (Filosofi)

Gue pengen nulis 1h37r1t7g*G@*EG#*@G*2g1g8b38v8dvuu. Pengen ngomong @*$YB#B *B7g@(#&@GHYFWSBFUbd. Pengen ngomong dalam pikiran  EFBHIBIWBe3732hai&#94372h&#Y$#($. Setelah itu semoga ngga ada lagi yang mengusik ketenangan. Setelah itu ngga boleh ada lagi pengharapan – pengharapan yang tidak mempunyai alurnya. Enstein mungkin benar ngga selamanya sebab berada didepan atau akibat selalu di belakang. Mungkin gue lupa, jika gue berpikir gue tidak ada maka bila tidak ada pertemuan. Tapi gue selalu berpikir kemana sebab setelah sekarang gue baru saja mengetahui akibat. Semua tetap berada di alurnya. Semua tetap mengalir linier. Semua tetap berjalan tidak sedetik pun berhenti. Tapi semua baru saja menyadari sebab setelah mengetahui akibat. Semua sangat membingungkan. Gue ngga bisa ngomong apa-apa. Atau gue ngga pernah tahu mau ngomong apa. Semuanya terlihat terus berubah-ubah. Dan gue tidak begitu menyukai perubahan yang tidak pernah berjalan kembali. Kembali lagi ketika semua masih menjadi sebab.

Akhir-akhir ini gue banyak bercerita tentang cinta. Karena gue selalu mengingatkan diri. Karena menceritakan sesuatu pengharapan-pengharapan itu realistis hanya saja terlalu ambisius menentang kenyataan. Pertama gue bercerita dalam film Dear Vina. Segala sesuatu itu berjalan terus kedepan tapi, karena pengharapan itu menjadikan gue terlalu ambisius. Sekali lagi gue berada di sisi akibat. Gue berusaha untuk tidak menebak- nebak akhir dari suatu cerita. Kenyataannya gue berada disisi akibat. Biar mereka menilai jika mereka berada di sisi akibat bukan kah mereka masih harus mencari dimana letak sebab. Keseluruhan cerita itu sebenarnya berada di masa lalu yang paling dekat dengan masa kini. Jangan coba menebak-nebak kalau itu sebuah kenyataan. Sekali lagi itu hanyalah pengharapan yang menjadikan gue terlalu ambisius. Sederhana saja, penantian menjadi sebuah hal yang membingungkan di masalalu yang paling dekat dengan masa kini. Ini beda, penantian bukanlah hanya ‘Sebab ia telah berjanji akibatnya saya menanti’. Itu hanya ke klise-an yang terus diulang-ulang. Coba bayangkan seseorang yang berada di dua ruang dan waktu tanpa ada gerakan. dunia yang membentuk ruang karena ruang hanya di pisahkan oleh cahaya yang bergerak. Dua ruang dan waktu bukannya tidak saling berkomunikasi, hanya saja seseorang yang berada di salah satu dari dua ruang dan waktu itu masih saja membingungkan dimana ia sekarang. Dan seseorang yang lain yang terpisahkan itu hanya menjadi pengharapan dari seseorang itu. Pemikiran ini yang jauh telah menjadi sebab yang hilang dalam pikiran dari akibat yang baru saja gue ketahui. Dan baru sekarang gue menemukannya dan gue menceritakannya dalam bahasa yang tidak begitu berterus-terang.

Kedua adalah film Kita Putus. Itu menjadi cerita yang sangat sederhana karena terlalu membosankan bila menjadi seseorang yang berada di dua ruang dan waktu itu. Kenapa ia harus bosan?. Apakah ia ingin pulang dan hanya menjadi satu di ruang dan waktu?. Dan membiarkan pengharapan yang berada di ruang dan waktu yang lainnya menghilang?. Itu sangat membosankan bila terus di ingat. Itu sangat membosankan bila harus terus menebak-nebak sebab. Itu akan menjadi kebencian yang sederhana karena kebosaan itu. Kenapa tidak sekalian saja gue membencinya kerena gue terus bertahan dalam pemikiran perfeksionis. Hingga gue terus mencari kelemahan-kelemahan agar gue benar –benar menjadi satu dalam ruang dan waktu dan melanjutkan perjalanan ini dengan menenangkan. Kenyataannya gue mencoba bercerita tanpa menemukan sebab sedikit pun untuk membenci. Hanya saja mencemoh agar gue bisa tenang untuk sesaat. Dan tetap saja seseorang yang berada di satu ruang dan waktu akan mendapatkan kebingungan, hanya saja lebih realistis untuk di pikirkan.

Yang ketiga adalah film Silhouette, ini menjadi cerita yang panjang dan bertele-tele. Tidak ada ketegasan yang berarti. Ini adalah masa lalu yang telah jauh dengan masa kini. Gue hanya rindu, rindu itu bahasa yang sederhana namun lagi-lagi mereka mengartikannya dengan klise. Mungkin rindu yang dimaksud adalah ’saya telah lama tidak bertemu dengan hal yang pernah berarti bagi saya karena itu saya merindukannya’. Itu hanya membohongi diri sendiri. Apa yang bisa di harapkan dari rindu bila itu hanya di rasa dan terus mengusik ketenangan. dan gue yang telah berusaha berada di satu ruang dan waktu harus terlempar kembali ke dua ruang dan waktu tersebut karena rindu. Ngga usah terlalu menjadi beban. Gue hanya mengatakan hal yang bisa berarti apa-apa bukan hal yang terarah ke satu tujuan. Rindu yang gue maksud adalah rindu kembali ke sebab karena mungkin gue baru menemukan akibat yang memaksa gue kembali lagi ke sebab dengan prantara rindu. Pemikiran ini tidak begitu rumit dari pemikiran gue sebelumnya. Gue mencoba kembali ke realitas meskipun sekarang gue berada lagi di dua ruang dan waktu. Gue coba berterus-terang dengan pengharapan-pengharapan yang telah lama mengusik ketenangan. Hanya saja gue ngga pernah bisa benar-benar mengatakan sebuah hal yang menurut pemikiran perfeksionis ini terlalu klise. Apa salahnya jika gue berterus-terang dalam bentuk frasa. Frasa atas sebab-akibat dari hal yang gue rindukan namun tidak begitu subjektif. Bukannya itu kembali lagi ke tidakterus-terang?. Sekali lagi mereka menganggap terus-terang dari pandangan yang berbeda dengan gue. Tanpa adanya kejujuran yang subjektif apakah cerita ini akan menjadi realistis sementara gue masih berada di dua ruang dan waktu dengan prantara rindu. Gue coba bercerita dengan ungkapan lain dengan keterus-terangan pengharapan yang coba gue bawa ke realitas. Kenapa harus bertele-tele dalam berterus-terang bukankah itu kembali lagi ke tidakterus-terangan?. Itu sesuatu yang perlu di garis bawahi. Kalau perlu menjadi PR dalam hidup gue. Pertanyaan yang belum bisa di temukan adalah kenapa gue menemukan sebab yang kenyataannya seperti itu. Namun dengan akibat yang baru gue ketahui mengingatnya hanya akan menjadi kekecewaan. Dua ruang dan waktu yang tidak pernah tahu dimana gue berada. Karena itu gue hanya bisa menebak kemungkinan bila sebab menjadi berterus-terang maka akibat akan menjadi sebuah kenyataan yang bisa menenangkan atau mengecewakan.

Yang keempat adalah film KopiSusu. Cerita ini hanya kelelahan gue memikirkan pengharapan-pengaharapan yang tak menentu itu. Gue hanya ingin coba keluar namun tetap bertahan hingga cerita gue selanjutnya mengakhirinya. Hal itu hanya menjadikan gue acuh tak acuh dengan rotasi bumi bahkan revolusi yang merasakan hanyalah panas dan dingin yang terasa sama saja. Gue coba membuka sedikit realitas yang lain dari pengharapan itu namun sekali lagi tidak terlapas jauh dari pengharapan itu. Jika motif utama adalah pengharapan maka bukankah ada alternatif lain yang membuatnya sedikit tersenyum. Apa artinya motif tanpa adanya motivasi. Dan apa yang terjadi jika motivasi itu berubah tidak sesuai dengan pengharapan itu. Bukankah ada alternatif realitas lain yang tak terlepas dari sebab-akibat atau alur. Mungkin dunia kembali lagi terbelah jadi dua oleh cahaya. Siang dan malam, masalalu dan sekarang. Dan bagi gue yang menjadi pemikiran utama adalah alternatif realitas lain itu yang menciptakan proses dan tetap searah dengan alur utama.

Dan film yang baru menjadi tulisan akan mengkhiri kelelahan gue berada di dua ruang dan waktu. Dan kembali lagi ke realitas yang jujur. Dan gue coba berterus-terang.