.---TERUS BERJALAN, BIARKAN CAHAYA TERTUTUP AWAN, MENUTUPI ANGAN, DITENGAH IMPIAN, DALAM KEYAKINAN, MUNGKIN TERWUJUDKAN, KETIKA MENYATAKAN TINDAKAN.---.

Kamis, 17 Oktober 2013

Coretan: Matahari Jam 5 Sore

Matahari jam 5

Ku buka telapak tanganku, ku rentang setiap jari-jari ini saling berjauhan. Kudorong tangan ini kedepan, ku taruh jari kelingking  tepat menutupi mentari yang menyilaukan pandangan, ku arahkan mata ini ke ibu jari yang telah menyentuh dataran berlubang. Jarum detik telah membawa temannya yang bernama jarum jam menunjuk angka 5, sore,  Lelah, hari ini sungguh aneh.

Aku mengerti, ku tutup kedua lubang telingaku dengan earphone yang terus menyanyikan lagu-lagu lama. Hari ini aku lelah, aku bosan dengan gambar-gambar ini, aku bosan pada ilusi ini, aku harus beristirahat, aku harus jujur, aku tidak bisa selalu bangga bisa mengatakan banyak hal dalam ribuan gambar, termasuk apa yang ada di kepala dan hati ini. Apa salahnya berjalan-jalan sejenak menikmati kota kusam yang semakin menjulang tinggi, yang mengalahkan sinar mentari, menyesakkan nafas pada ruang kosong untuk bergerak. Aku sulit bergerak di kota ini, aku ingin bergerak lebih cepat, merasakan hembusan angin dari celah-celah pohon yang masih tersisa. Tidak apa, berkendara sambil melihat-lihat keelokan orang-orang yang terus berteriak. Bergerak terus ke arah barat, aku tidak ingin melewatkan mentari terbenam diantara asap, bagiku itu terlihat menawan walaupun membuat sesak. Lagu-lagu ini membawaku ke arah lain, ini terdengar aneh, mengapa bisa pikiran ini kembali pada kebingungan masalalu. Mata ku terus melihat ke depan sesekali mencari dimana matahari.

Aku disini, entah mengapa bisa sampai sini, apakah ini jalan hidup yang telah aku pilih. Ada apa dengan kamera-kamera itu, ada apa dengan kertas-kertas yang ada di genggamanku. Aku ingin berteriak. Kenapa mereka masih tertawa. Aku akan berteriak “ACTION...!!”. Seketika aku terhempas jauh, jauh lebih dalam dari teori-teori yang telah aku pelajari. Aku mengerti, aku terlalu peduli dengan apa yang aku tidak ketahui. Dan, semua yang telah terjadi dalam hidupku, terjadi lagi didepanku. Semua ini seperti dejavu atau delusi atau apalah aku tak peduli. Ini nyata, ini adalah setiap detail-detail yang aku sesali saat dulu tidak sempat memahami. Kenapa baru sekarang aku paham, andai waktu bisa diulang kembali. Aku tersadar. Mereka mengeluh. Kenapa? Kalian telah mengganggu khayalanku. Mereka menjawab, apakah tidak terlalu sulit untuk melihat ke bawah, kami takut dengan ketinggian. Aku mengerti, aku mendapatkan jawabannya. Ya, aku tidak bisa mengulang waktu kembali. Tetapi, disini, di setiap gambar-gambar ini, aku bisa mengembalikan waktu, memutar kembali atau melaju lebih jauh. Kenapa? Ini fantasiku, aku berkuasa disini. Aku bisa memaafkan diriku. Lalu aku katakan pada mereka, aku menjamin tidak ada yang terluka, aku pernah merasa seperti ini, aku tahu bagaimana menyelesaikan ini dengan baik. Angin berhembus semakin kencang, aku begitu jauh dari tanah. Pantas saja matahari itu terlihat begitu indah, menenangkan jika tak ada yang menghalangi, sudah lama sekali aku merindukan ini.

Suara deruan mesin yang bising masuk ke telinga, mengganggu irama merdu ini. Lagu lama masih mengiringi perjalanan ini, tak tahu kemana, yang penting ke arah barat. Sial, bagaimana kita diam melihat bendera warna-warni melukai kota ini. Aku tahu kalian orang asing, aku juga orang asing. Tapi kota ini adalah teman lamaku, aku kenal walaupun tidak begitu akrab. Ya, selama aku hidup disini, sering kali aku harus kecewa dengan generasi tua yang lebih mementingkan jenggot dan kumis dari pada mendengar aku bicara. Tak apalah, mereka butuh uang untuk makan. Aku belum mengerti. Tetapi aku mengerti bagaimana bersalahnya orang-orang yang membuat kerusakan disini. Terlebih lagi orang asing yang berlangak dewasa tetapi lupa menyikat giginya. Aku tak peduli, senyum macam apa yang kalian pasang di setiap tembok, batang pohon di sekitarku ini. Jujur saja kalian terlihat begitu norak. Apa bedanya kalian dengan remaja alay yang suka menghumbar foto atau kata-kata bangsat di mana-mana. Aku rasa kalian belum dewasa. Dan untuk apa, orang yang belum dewasa menjadi pemimpin di negeri ini. Mau jadi apa? Belum menjadi saja sudah merusak. Negeri ini bukan taman kanak-kanak lagi. Aku tahu puluhan tahun lalu kita begitu bodoh, kita mati kelaparan di atas tumpukan padi hanya karena kita belum tahu kalau biji padi itu bisa dimakan. Tetapi itu sudah begitu jauh.

Aku berpikir, bergulat dalam pikiran ini, otak kanan dan otak kiri di dalam sebuah ring tinju saling memukul, teori dengan realita saling beradu suara, harapan dan kenyataan menjadi buram. Disini, aku ingin marah pada jarum detik. Jika diperhatikan dia bergerak begitu tenang, tetapi kenapa dia bisa mendadak menjadi pembunuh paling kejam. Kenapa?.  Dia terlihat begitu angkuh, bergerak konsisten, bergerak lambat nampaknya. Tetapi tetap saja aku kalah cepat dengannya. Aku yakin aku lebih cepat dari dia. Aku harus memperbaiki diri, matahari mulai turun perlahan, jam tanganku mulai berisik, nampaknya ada yang mencoba protes dengan perkataanku tadi. Sudahlah.

Aku hampir lupa kalau ini bulan ramadhan, pantas saja senja membuat banyak orang memenuhi jalan, mencari kesibukan, tertawa, atau hanya membasahi bibir dengan air ludah. Pinggangku terasa pegal, tetapi aku tak ingin beranjak dari kendaraan ini. Aku ingin menikmati setiap detail-detail kenangan.  Ku ganti musik dari mp3 di handphoneku. Nah, ini lagu yang tepat, sedikit bersemangat dan sedikit mendayu-dayu. Ku tengok kanan-kiri sembari menunggu kemacetan yang tak begitu mengherankan. Aku lupa aku tengah berjanji dengan seseorang.

Kertas ini hampir saja robek. Ku bolak-balik, ku lipat-lipat, dan ku corat-coret. Dimana? Aku yakin kemarin aku membuatnya. Sebuah cetatan kecilku, aku tak ingin mengecewakan. Akhir-akhir ini otakku ini sedikit konslet. Aku tak bisa fokus tanpa catatan itu. Aku tahu, aku bisa membuat sesuatu yang lebih tanpa catatan itu. Tetapi aku tidak percaya diri.

To be Continue....
by Bagus Mias Putra






Tidak ada komentar:

Posting Komentar